Sabtu, 26 Maret 2011

EARTH HOUR, GABUNG YUKS!

Pemanasan Global (global warming) telah menjadi isu yang mendunia. Untuk itu berbagai upaya dan kegiatan dilakukan instansi dan dunia yang berbau lingkungan akibat ketakutan ataupun kesadaran guna menyelamatkan bumi, dan sebagai salah satu langkah bijak untuk kelestarian tempat manusia hidup. Peringatan satu jam untuk bumi yaitu sebuah gerakan yang digagas oleh WWF (World Wide Fund for Nature, juga dikenal sebagai World Wildlife Fund), organisasi konservasi terbesar di dunia, berupa inisiatif global yang mengajak individu, praktisi bisnis, pemerintah, dan sektor publik lainnya di seluruh dunia untuk
turut serta mematikan lampu (hanya) dalam 1 jam, pada hari Sabtu, 26 Maret 2010 pukul 20.30 – 21.30 (waktu setempat).   


Memasuki bulan April 2011 mendatang, penduduk dunia juga kembali akan memperingati Hari Bumi. Gagasan Hari Bumi tersebut muncul ketika seorang senator Amerika Serikat, Gaylorfd Nelson menyaksikan betapa rusak dan tercemarnya bumi oleh ulah manusia, maka ia mengambil prakarsa bersama dengan LSM untuk mencanangkan satu hari bagi ikhtiar penyelamatan bumi dari kerusakan.   


Ide mematikan lampu di Earth Hour bertujuan untuk mengurangi kadar pemanasan global yang salah satunya disumbang oleh penggunaan perangkat listrik sehari-hari yang ada di rumah kita.  Selain itu, dengan mematikan listrik, diharapkan konsumsi energi listrik di seluruh dunia dapat sedikit ditekan sehingga menghemat energi yang ada di dunia.


Ke depan, diharapkan kampanye ini mengangkat dan memancing semangat kepemimpinan di semua sektor agar bisa diadaptasi oleh pemerintahan dan korporasi di negara-negara partisipan untuk secara signifikan memasukkan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi baru terbarukan sebagai bagian dari kebijakan yang mereka miliki supaya penurunan emisi gas rumah kaca bisa dilakukan secara komprehensif.


Berdasarkan hitungan dari data WWF dilaporkan bahwa, kegiatan kecil mematikan lampu selama satu jam di wilayah Jakarta akan menghemat 10 persen dari konsumsi listrik rata-rata per jamnya atau sekitar 300 megawatt. Daya itu cukup untuk mengistirahatkan satu pembangkit listrik dan mampu menyalakan 900 desa. Dengan dukungan penuh masyarakat, program itu juga mampu mengurangi beban biaya listrik Jakarta sekitar Rp 200 juta. Mengurangi emisi CO2 sekitar 284 ton. Menyelamatkan lebih dari 284 pohon, karena 1 pohon bisa menghirup CO2 sebanyak 1 ton sepanjang hidupnya dan menghasilkan O2 bagi 568 orang.


Dalam peringatan Earth Hour tahun 2008, tercatat lebih dari 30 negara, termasuk Indonesia menjadi salah satu negara peserta yang turut beraksi dan turut berpartisipasi.  Pemadaman listrik sebagai bentuk kesadaran akan energi dan pemanasan global  juga dilakukan di sejumlah ikon kota besar dunia.  Di antaranya Burj Dubai, Canadian National Tower Toronto, Moscow's Federation Tower, Quirinale Roma, Kediaman Resmi Presiden Italia Giorgio Napolitano, Auckland Sky Tower Australia, Opera House Sidney, dan Table Mountain di Cape Town. 


Pada tanggal 28 Maret 2009, ratusan juta orang di lebih dari 4000 kota besar dan kecil di 88 negara di seluruh dunia mematikan lampunya mendukung Earth Hour dan menjadikan tahun2009 menjadi gerakan lingkungan terbesar dalam sejarah.


Sejak 2009 dan 2010, kampanye  60 menit atau satu jam untuk bumi tersebut menjadi kampanye lingkungan hidup terbesar dalam sejarah karena berhasil meraih 1,5 miliar pendukung dari 4.616 kota di 128 negara. Peringatan satu jam untuk bumi yang dikenal dunia sebagai “Earth Hour” ini bermula dari kampanye kolaborasi antara WWF-Australia, Fairfax Media, dan Leo Burnett untuk kota Sydney, Australia dengan tujuan mengurangi gas rumah kaca di kota tersebut sebanyak 5 persen  pada tahun 2007.  Kabar tentang keberhasilan Earth Hour perdana di Australia itu kemudian terdengar di seluruh dunia, sehingga menarik banyak negara lain untuk kemudian turut serta dalam Earth Hour 2008.   


Mereka mengajak individu, praktisi bisnis, pemerintah, dan sektor publik lainnya di seluruh dunia untuk mematikan lampu dan perangkat listrik lainnya selama 60 menit dalam waktu bersamaan serempak diseluruh dunia. Ketika itu reaksi positif dan antusias masyarakat sebagai kesadaran akan bahaya pemanasan global, 2,2 juta warga mematikan lampu di rumah, kantor, dan gedung lainnya untuk menghemat listrik serta menurunkan polusi karbon. 


Di Indonesia, sejumlah kota besar di pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali turut berpartisipasi dalam kampanye Earth Hour tersebut.  


 Kita perlu belajar dari negeri China, setelah membukukan pertumbuhan ekonomi yang mencengangkan dan menjadi salah satu Negara berkembang pesat yang “ditakuti” Negara maju, kini mengembangkan listrik tenaga angin dan menuju Negara ketiga terbesar listrik tenaga angin menggeser Spanyol setelah Amerika Serikat dan Jerman pada tahun 2010.


Niat China mengubah sebagian energi mereka yang sebelumnya merupakan Negara berkembang pesat dengan ketergantungan pada batubara (saat ini masih diperkirakan 70 persen) menjadi energy  ramah lingkungan didukung keputusan pemerintahnya mengadopsi ketentuan hukum baru yang mewajibkan kebutuhan industri-industri diperoleh dari sumber energi terbarukan.


Earth Hour sebenarnya bukanlah tentang pengurangan energi selama 60 menit, namun sebagai aksi ekspresi bahwa hal kecil yang dilakukan dalam skala besar dapat memberi perubahan pada dunia.  Earth Hour tidak bisa berhenti di 1 jam saja, melainkan diharapkan bisa diadaptasi oleh pemerintahan di negara-negara partisipan dan publik yang telah berkomitmen menjadi partisipan. Tujuan utama kampanye tersebut yaitu untuk melanjutkan target efisiensi energi dan perubahan gaya hidup di kota-kota besar di dunia dengan konsumsi listrik tinggi, dan berusaha mengaitkannya dengan potensi sumber energi baru terbarukan yang lebih bersih dan berdampak minimal pada lingkungan.


Pada intinya, kampanye ini mengingatkan semua orang bahwa bergaya hidup hemat energi tidak cukup hanya dengan berpartisipasi di earth hour saja, tetapi aksi kecil ini harus terus dibuktikan setiap hari untuk secara efektif mengurangi gas rumah kaca, dan diikuti dengan mengubah gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, seperti: menggunakan kendaraan umum atau bersepeda untuk bepergian, hemat air, menanam pohon, dan lain-lain.   


Mari bersama-sama kita ikut berpartisipasi dalam event “ Earth Hour” ini untuk menjaga Bumi kita tercinta dan menanamkan pembelajaran pada masyarakat bahwa di Indonesia listrik bukanlah barang murah dan pentingnya listrik yang mempunyai dampak pada pemanasan global. 

Penulis : Andi Iqbal Burhanuddin(Dosen Fak. Ilmu kelautan dan perikanan UNHAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar