Kamis, 17 Maret 2011

Non Scholae Sed Vitae Discimus


Non Scholae Sed Vitae Discimus.
( In Memoriam Pater Wisnumurti SJ)

Paradigma masyarakat mengenai belajar, telah berevolusi dari yang tadinya mengejar pengetahuan menjadi mengejar symbol-simbol kecerdasan. Orang semakin disibukkan dengan membaca buku semata-mata agar tahu isi buku untuk mendapatkan sejumlah nilai kognitif. Orang lebih takut pada angka rendah di laporan belajar, daripada takut kehilangan kesempatan memahami sesuatu. Pemahaman yang semacam ini terus menerus diproduksi dan dikembangkan sedemikian rupa, sehingga saat ini
pembelajar tak lebih dari sekedar manusia kognitif. Peran guru direduksi menjadi pemberi skor, bukan pemberi pengetahuan. Salah satu indikatornya adalah 10 tahun yang lalu hanya ada segelintir lembaga bimbingan belajar, namun saat ini sudah menjamur dan semakin ramai. Orang tidak percaya pada pendidikan formal.

Secara psikologis, cara manusia menggunakan memori mulai digeser dari penggunaan long-term memory, menjadi short-term memory. Orang memilih untuk cepat ingat, dan cepat lupa.

Bagaimana paradigm belajar yang ideal?

Non Scholae Sed Vitae Discimus. Kita belajar bukan sekedar untuk menyelesaikan sekolah atau nilai, namun lebih untuk mempersiapkan kehidupan kita sendiri. Belajar atau kecerdasan tidak bisa hanya didapatkan dari bangku kuliah dan perpustakaan. Pembelajaran bisa ditemukan secara luas pada kehidupan nyata. Softskill seorang mahasiswa tidak bisa dibangun semata-mata dari bangku kuliah atau buku-buku literature, tetapi harus dengan praktek dan aplikasi di dunia nyata. Manusia belajar dari proses interaksi manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan sekitarnya. 

Pembelajaran harus disadari sebagai kebutuhan untuk kehidupan mendatang, bukan sekedar mengejar title dan nilai. Kalau Anda mampu menyadari bahwa setiap matakuliah yang anda ambil bermanfaat untuk diri anda sendiri dan pekerjaan masa depan, berarti anda telah mencapai proses pembelajaran yang sejati. Namun kalau Anda masih menganggap matakuliah yang diambil sekedar kewajiban, maka anda masih menggunakan paradigm lama dalam pembelajaran, yaitu sekedar untuk mencari angka IP. 

Segeralah mengubah paradigm belajar Anda, sebelum Anda merasa menyesal telah membuang-buang waktu studi selama 18 tahun hanya untuk mengejar angka fiktif.

A.M.D.G
(Aquilla)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar